اَﻟﺴََّﻼَمُﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْوَرَﺣْﻤَﺔُﷲِوَﺑَﺮََََﰷﺗُﻪُاَﻟﺴََّﻼَمُﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْوَرَﺣْﻤَﺔُﷲِوَﺑَﺮََََﰷﺗُﻪُاَﻟﺴََّﻼَمُﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْوَرَﺣْﻤَﺔُﷲِوَﺑَﺮََََﰷﺗُﻪُاَﻟﺴََّﻼَمُﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْوَرَﺣْﻤَﺔُﷲِوَﺑَﺮََََﰷﺗُﻪُاَﻟﺴََّﻼَمُﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْوَرَﺣْﻤَﺔُﷲِوَﺑَﺮََََﰷﺗُﻪُاَﻟﺴََّﻼَمُﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْوَرَﺣْﻤَﺔُﷲِوَﺑَﺮََََﰷﺗُﻪُاَﻟﺴََّﻼَمُﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْوَرَﺣْﻤَﺔُﷲِوَﺑَﺮََََﰷﺗُﻪُ

Jumat, 26 November 2010

BAB I
BESARAN DAN SATUAN

A. Pengukuran Besaran Fisika
1. Pengukuran Panjang
Untuk mengukur besaran panjang, kita dapat menggunakan mistar, jangka sorong atau micrometer sekrup. Akan tetapi, dari setiap alat ukur panjang tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
a. Mistar
Perhatikan gores-gores panjang dan gores-gores pendek pada mistar anda. Jarak antara dua gores pendek berdekatan pada mistar yang biasa anda gunakan adalah 1mm atau 0,1 cm. Ketelitian mistar adalah setengah dari skala terkecilnya. Jadi, ketelitian atau ketidakpastian mistar adalah
½ x 1 mm = 0,5 mm atau 0,05 cm
b. Jangka Sorong
Jangka sorong pada umumnya digunakan untuk mengukur diameter dalam benda, misalnya diameter cincin, juga dapat mengukur diameter luar sebuah benda, misalnya kelereng. Jangka sorong terdiri atas dua bagian : rahang tetap dan rahang geser. Jangka sorong juga terdiri atas dua skala : skala utama dan nonius. Sepuluh skala utama memiliki panjang 1 cm sedangkan 10 skala nonius memiliki panjang 0,9 cm . Jadi, beda satu skala nonius dengan satu skala utama adalah : 0,1 cm – 0,9 cm = 0,01 cm atau 0,1 mm. Jadi skala terkecil jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. ketelitian jangka sorong adalah setengah skala terkecilnya. Jadi, ketelitian jangka sorong adalah
½ x 0,1 mm = 0,05 mm atau 0,005 cm




c. Micrometer Sekrup
Terdiri dari skala utama yang tertera pada selubung dan skala nonius tertera pada selubung luar. Jika selubung luar diputar 1 kali maka rahang geser dan juga selubung luar maju atau mundur 0,5 mm. Karena selubung luar memiliki 50 skala, maka 1 skala pada selubung luar sama dengan jarak maju atau mundur rahang geser sejauh 0,5 mm/50 = 0,01 mm. Jadi, skala terkecil micrometer sekrup adalah 0,01 mm atau 0,001 cm. Ketelitiannya adalah
½ x 0,01 mm = 0,005 mm atau 0,0005 cm.





2. Pengukuran Waktu
Alat ukur waktu yang umum digunakan dalam percobaan fisika adalah stopwatch. Dengan stopwacth digital kita langsung dapat membaca selang waktu yang diukur. Pada stopwatch analog, jarak antara dua gores panjang yang ada angkanya adalah 2 sekon.






Gbr. Alat ukur waktu
3. Pengukuran Massa
Untuk mengukur besaran massa, kita dapat menggunakan timangan atau neraca. Beberapa neraca atau timbangan yang sering digunakan di antaranya seperti neraca pikulan, neraca pegas, neraca O-hauss dan neraca digital.






Gbr. Alat ukur massa
4. Ketidakpastian Pengukuran
a. Ketidakpastian Sistematik dan Ketidakpastian Rambang
Hasil pengukuran fisika pada umumnya tidak tepat seratus persen. Karena biasanya pengukuran besaran fisika tidak lepas dari suatu kesalahan yang disebut ketidakpastian pengukuran.

Ketidakpastian pengukuran disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
Faktor manusia terjadi ketika kita melakukan kegiatan pengukuran.
Faktor alat terjadi ketika alat yang digunakan dalam keadaan rusak atau pengaturan alat kurang tepat.
Faktor lingkungan, diantaranya adalah suhu, tekanan udara dan kelembaban udara.
Pada dasarnya ketidakpastian pengukuran terdiri dari ketidakpastian sistematik dan ketidakpastian rambang. Ketidakpastian Sistematik adalah ketidakpastian pengukuran yang dapat menyebabkan hasil pengukuran menyimpang dari keadaan sebenarnya. Ketidakpastian ini biasanya disebabkan oleh kesalahan pengaturan atau kalibrasi alat, kesalahan titik nol, kerusakan komponen alat, kesalahan pengamatan (paralak) , adanya gesekan dan keadaan lingkungan saat melakukan pengukuran. Untuk menghindari ketidakpastian sistematik, kita dapat melakukan hal-hal berikut :
1. Melakukan kalibrasi atau memastikan bahwa kita telah memberikan skala dengan benar.
2. Mengatur titik nol skala alat ukur agar berhimpit dengan titik nol jarum penunjuk skala.
3. Memeriksa keadaan alat sebelum mengukur besaran.
4. Membaca skala dengan tegak lurus.
5. Memeriksa keadaan lingkungan, seperti suhu, tekanan udara dan kelembaban udara sebelum dan sesudah melakukan pengukuran.
Sedangkan ketidakpastian Rambang adalah ketidakpastian pengukuran yang terjadi sangat cepat dan hampir tidak mungkin dihindari. Beberapa sumber kesalahan rambang tersebut adalah :
Fluktuasi tegangan listrik yang mempengaruhi pengukuran arus listrik dan tegangan listrik.
Gerak Brown molekul-molekul udara yang mempengaruhi pembacaan jarum penunjuk galvanometer.
b. Pengukuran Tunggal dan Pengukuran Berulang
1. Pengukuran tunggal
Data hasil pengukuran tunggal biasanya dilaporkan sebagai berikut :

Dengan
X = besaran fisika yang diukur
X0 = hasil pengukuran tunggal
ΔX = ketidakpastian pengukuran
Pada pengukuran tunggal, X0 ditentukan dari pembacaan alat ukur, sedangkan ketidakpastiannya (ΔX) ditentukan dengan :
ΔX = ½ x nst
nst = nilai skala terkecil alat ukur
2. Pengukuran berulang
Pengukuran berulang menghasilkan data yang disebut sampel. Data pengukuran berulang dapat dilaporkan dengan persamaan berikut :

Dengan
= rata-rata nilai besaran X
ΔX = ketidakpastian pengukuran
Harga dan ΔX pada pengukuran berulang dapat ditentukan dengan :


Dengan :
Xi = hasil pengukuran besaran ke-i
n = jumlah pengukuran berulang
c. Ketidakpastian Mutlak dan Ketidakpastian Relatif
Pada pengukuran tunggal atau berulang, disebut dengan ketidakpastian mutlak. Semakin kecil harga, maka semakin tepat hasil pengukuran itu dan sebaliknya. Data hasil pengukuran juga dapat disertai dengan ketidakpastian relatif, yang biasanya dinyatakan dalam persen (%). Harga ketidakpastian relatif dapat ditentukan sebagai berikut :

Pada pengukuran tunggal, ketidakpastian relatifnya dinyatakan dengan persamaan
Ketidakpastian relatif berhubungan dengan ketelitian pengukuran. Semakin kecil harga ketidakpastian relatif, maka semakin teliti pengukuran tersebut dan sebaliknya.
Contoh soal
Tentukan harga ketidakpastian mutlak dan harga ketidakpastian relatif dari hasil pengukuran arus listrik berikut ini !
I = (4,5 ± 0,05) A
Penyelesaian
Karena I = ( ) dan I = (4,5 ± 0,05) A
Harga ketidakpastian mutlaknya adalah ∆I = 0,05 A
Sedangkan harga ketidakpastian relatifnya adalah
x 100 % = x 100 %
= 1,11 %
Jadi, harga ketidakpastian mutlak = 0,05 A dan harga ketidakpastian relatif = 1,11 %.
5. Notasi Ilmiah dan Angka Penting
a. Notasi Ilmiah
Untuk menyederhanakan penulisan bilangan hasil pengukuran besaran fisika digunakan suatu cara penulisan yang disebut notasi ilmiah. Notasi Ilmiah dituliskan sebagai bilangan diantara 1 dan 10 dikalikan dengan bilangan 10 berpangkat. Notasi Ilmiah dapat dinyakan sebagai berikut :

Dengan 1 Jika bilangan a lebih kecil dari satu, maka notasi ilmiahnya dinyatakan dengan pangkat negatif.
b. Bilangan Penting
Angka penting adalah semua angka yamg diperoleh dari pembacaan skala alat ukur. Aturan-aturan angka penting :
1. Semua angka bukan nol adalah angka penting
Contoh : 25,84 cm (memp. 4 angka penting)
2. Angka nol diantara dua angka bukan nol adalah angka penting.
Contoh : 305,012 s ( memp. 6 angka penting)
3. Angka nol disebelah kanan angka bukan nol, bukan angka penting, kecuali jika ada tanda seperti garis bawah.
Contoh : 1260 m (memp. 4 angka penting)
4. Angka nol di sebelah kiri angka bukan nl, bukan angka penting.
Contoh : 0,84 g (memp. 2 angka penting)
c. Perhitungan Angka Penting
Beberapa aturan untuk menghitung angka penting, sebagai berikut :
1. Hasil penjumlahan atau pengurangan dari angka penting hanya boleh mengandung satu angka taksiran (bukan angka penting)
Contoh :
6823
21 +
6844 ≈ 6480
Dibulatkan menjadi 6840 dan mempunyai 3 angka penting karena nilai 6823 mempunyai 3 angka penting dan 1 angka taksiran.
540
265 -
275 ≈ 280
Bilangan 275 mempunyai satu angka taksiran, hasilnya dibulatkan menjadi menjadi 280 yang mempunyai satu angka taksiran.
2. Hasil perkalian atau pembagian dari angka penting hanya boleh memiliki angka penting sebanyak angka penting yang paling sedikit diantara bilangan yang dikalikan.

Contoh :
9,63 (3 a p) 1,234 (4 a p)
0,8 x (1 a p) 5,6 : (2 a p)
7,704 ≈ 7 ( 1 a p) 0,2203 ≈ 0,22 (2 a p)
3. Aturan pembulatan angka hasil perhitungan
Angka lebih besar dari 5 dibulatkan ke atas
Contoh : 2,566 dibulatkan menjadi 2,57
Angka lebih kecil dari 5 dibulatkan ke bawah
Contoh : 2,563 dibulatkan menjadi 5,56
5 dibulatkan ke atas jika angka sebelumnya ganjil dan dibulatkan ke bawah jika angka sebelumnya genap.
Contoh : 2,565 dibulatkan menjadi 2,56
2,575 dibulatkan menjadi 2,58
B. Pelaporan Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran suatu besaran fisika biasanya disajikan dalam bentuk grafik. Melalui grafik kita bisa mendapatkan informasi tentang pengaruh suatu besaran fisika tertentu terhadap besaran fisika lainnya dalam keadaan tertentu. Selain itu, kita dapat memperoleh pernyataan matematis dari hubungan antara suatu besaran fisika dengan besaran fisika lainnya. Contoh penyajian data hasil percobaan


Data dalam tabel dapat disajikan dalam grafik sebagai berikut:
F (N)

15 C


A α B
5 ∆x (cm)
Gambar Grafik gaya (F) terhadap pertambahan panjang pegas (∆x)
Berdasarkan gambar grafik diatas, informasi yang kita peroleh adalah :
1. Semakin besar gaya, semakin besar pertambahan panjang pegas.
2. Konstanta pegas ditentukan dengan langkah berikut.
Konstanta pegas (k) = kemiringan kurva.
Dari grafik

Jika F2 – F1= F dan ∆X2 - ∆X1 = ∆X, maka

Dari segitiga ABC pada grafik, maka
Jadi, harga konstanta pegas hasil percobaan tersebut adalah 300 N/m
3. Hubungan matematis antara gaya dan pertambahan panjang pegas adalah
F = k. ∆X

Dengan
K = konstanta pegas (N/m)
F = gaya (N)
∆X = pertambahan panjang pegas (m)
Soal
Suatu percobaan dilakukan untuk mengukur nilai hambatan listrik yang memenuhi hokum ohm (V=IR), dengan V = tegangan (volt), I = kuat arus listrik (ampere), R = hambatan listrik dan dihasilkan data sebagai berikut :

Berdasarkan data dalam table tersebut, tentukan :
a. grafik tegangan terhadap arus listrik, V = f (I)
b. besar kemiringan kurva pada grafik V = f(I)
c. harga hambatan listrik (R)
C. Besaran Fisika
Besaran fisika adalah segala sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan dengan angka.
Besaran Pokok
Besaran pokok merupakan besaran yang ditetapkan terlebih dahulu. Sifat dari besaran pokok antara lain :
1. Bukan turunan dari besaran lain.
2. Dapat menghasilkan atau menurunkan besaran lain.
Dari hasil perumusan ahli fisika, disepakati tujuh macam besaran pokok yang berlaku sampai sekarang.
Tabel Tujuh besaran pokok yang telah dibakukan secara internasional

Besaran Turunan
Karena jumlah besaran fisika sangat banyak, maka besaran lain selain tujuh disebut besaran turunan. Besaran turunan merupakan kombinasi dari beberapa besaran pokok.
Contoh besaran turunan adalah :
a. Volum merupakan kombinasi dari tiga besaran panjang, yaitu panjang, lebar dan tinggi.
b. Massa jenis merupakan kombinasi besaran massa dan panjang. Volum merupakan kombinasi besaran panjang. Berarti, massa jenis merupakan turunan dari besaran massa dan panjang.
c. Kecepatan merupakan kombinasi besaran panjang dan waktu.
Satuan
Hasil pengukuran harus dinyatakan secara lengkap agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda.

Contoh hasil pengukuran yang lengkap :
i) Tinggi pintu 2 meter.
ii) Massa satu karung beras 50 kilogram.
Satuan Sistem Internasional (SI)
Penggunaan satuan yang berbeda-beda menimbulkan kesulitan, misalkan ketika suatu satuan diubah ke satuan lain. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka para ahli membuat penyeragaman penggunaan satuan yang berlaku diseluruh dunia. Penggunaan sistem satuan standar atau baku bertujuan untuk memudahkan komunikasi dalam bidang ilmu dan teknologi antar negara.
Tabel Satuan SI untuk tujuh macam besaran pokok.

Satuan SI untuk Besaran Turunan
Contoh : volum dan kecepatan
Volum merupakan perkalian tiga besaran panjang, yaitu :
volum = panjang x lebar x tinggi
sehingga
satuan volum = satuan panjang x satuan lebar x satuan tinggi
= m x m x m = m3

Kecepatan merupakan pembagian besaran pokok panjang dan besaran pokok waktu, yaitu

sehingga
satuan
D. Dimensi Besaran Fisika
Satuan-satuan besaran turunan merupakan kombinasi dari satuan-satuan besaran pokok. Karena itu, setiap satuan besaran turunan dapat diuraikan menjadi faktor-faktor satuan dari besaran pokok yang menyusunnya. Untuk menggambarkan cara besaran turunan disusun dari besaran-besaran pokok, maka digunakan dimensi. Dimensi besaran pokok dituliskan dengan huruf besar dan diberi kurung persegi.
Tabel Dimensi besaran pokok

Contoh :
tentukan satuan untuk volum
Penyelesaian :
volum = panjang x lebar x tinggi , karena dimensi panjang = dimensi lebar = dimensi tinggi = [L], maka dimensi volum adalah [L] [L] [L] = [L]3
Jadi satuan volum adalah m3
Soal
Tentukan satuan untuk daya !
E. Vektor
Penjumlahan dan Pengurangan vektor

Penjumlahan vektor mempunyai arti yang berbeda dengan penjumlahan skalar, tetapi penjumlahan vektor memenuhi hukum komutatif penjumlahan dan hukum asosiatif penjumlahan

Hukum komutatif penjumlahan adalah

Hukum asosiatif penjumlahan adalah

Sedangkan pengurangan vektor adalah penjumlahan vektor dengan mendefinisikan vektor negatif sebagai vektor lain yang sama besar tetapi arahnya berlawanan.


Penjumlahan dan pengurangan vektor dapat ditentukan dengan cara geometri dan analitik.
a. Cara Geometri (terdiri dari metode poligon (segitiga) dan metode jajar genjang)




a. penjumlahan vektor






b. pengurangan vektor
b. Cara analitik
Sebuah vektor dapat diuraikan menjadi dua atau lebih vektor. Hal ini karena vektor terdiri dari komponen - komponen vektor.
Y



X
Penguraian vektor
Berdasarkan gambar di atas, vektor diuraikan menjadi dan . Dengan adalah komponen yang searah dengan sumbu x sedangkan adalah komponen yang searah dengan sumbu y. Sehingga vektor dapat dinyatakan dengan
(2 dimensi)
Berdasarkan aturan trigonometri, maka komponen-komponen vektor dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :


dengan :
= besar vektor
= besar vektor
= besar vektor
= sudut antara dengan sumbu x positif
untuk menjumlahkan vektor secara analitik, maka vektor-vektor tersebut diuraikan terlebih dahulu, kemudian komponen-komponen vektor yang searah dijumlahkan.
dan
sehingga kita memperoleh hasil


dan besarnya vektor resultan dapat ditentukan sebagai berikut :

Contoh :
Sebuah vektor kecepatan membentuk sudut 300 dengan sumbu x positif dan besarnya 20 m/s. Tentukan besar komponen-komponen vektor tersebut !
Penyelesaian :


karena = 20 m/s dan α = 300, maka

= 20 m/s = 10 m/s

= 20 (1/2) = 10 m/s
Soal
Lima buah vektor gaya mempunyai besar dan arah sebagai berikut :
= 20 N, α1 = 300
= 10 N, α1 = 600
= 15 N, α1 = 900
= 10 N, α1 = 1500
= 5 N, α1 = 1200
Tentukan besar resultan vektor !
Besar dan Arah Resultan Vektor



Resultan 2 buah vektor
Besar resultan 2 buah vektor di atas dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini :

Dengan
= besar resultan vektor
= besar vektor
= besar vektor
= sudut antara dan
Jika kedua vektor saling tegak lurus (α = 900), maka

Sedangkan arah resultan vektor pada gambar di atas dapat ditentukan dengan persamaan berikut
dengan sudut β adalah arah vektor terhadap vektor
jika vektor dan vektor saling tegak lurus, maka

Vektor Satuan
adalah vektor yang besarnya sama dengan satu dan arahnya sama dengan arah komponen vektor. Pada kasus tiga dimensi dalam koordinat kartesius terdapat 3 buah vektor satuan yaitu
Perkalian Vektor
a. Dot Product (perkalian titik)
Perkalian titik vektor disebut juga perkalian skalar vektor, karena hasilnya skalar.
Perkalian titik vektor antara A dan B dapat dinyatakan sebagai berikut
A . B = AB cos θ
dengan
A = vektor A
B = vektor B
A = besar vektor A
B = besar vektor B
θ = sudut antara A dan B
dalam fisika, usaha (dilambangkan dengan W) merupakan contoh besaran yang dihasilkan dari perkalian titik antara vektor gaya (F) dengan vektor perpindahan (s), dan dinyatakan dengan persamaan berikut
W = F . s = F s cos θ

b. Cross Product (perkalian silang)
Perkalian silang vektor disebut juga perkalian vektor, karena menghasilkan sebuah vektor baru.
Perkalian silang antara vektor A dan B dapat menghasilkan vektor C, yang besarnya adalah

dalam fisika, momen gaya (τ) merupakan contoh besaran vektor yang dihasilkan dari perkalian silang antara vektor lengan momen (r) dengan vektor gaya (F) dan besarnya adalah
FISIKA SMA X

BAB I BESARAN , SATUAN, DAN PENGUKURAN
A. Pengukuran Besaran Fisika
B. Pelaporan Hasil Pengukuran
C. Besaran Pokok dan Besaran Turunan
D. Dimensi Besaran Fisika
E. Konsep Dasar Vektor
BAB II KINEMATIKA GERAK LURUS
A. Pengertian Gerak, Jarak, dan Perpindahan
B. Laju, Kecepatan, dan Percepatan
C. Gerak Lurus Beraturan
D. Gerak Lurus Berubah Beraturan
E. Gerak Vertikal
F. Gerak Parabola
BAB III GERAK MELINGKAR
A. Besaran-besaran Fisika dalam Gerak Melingkar
B. Gerak Melingkar Beraturan
C. Gerak Melingkar Berubah Beraturan
BAB IV DINAMIKA DAN HUKUM NEWTON
A. Gaya
B. Hukum Gerak Newton
C. Penerapan Hukum-hukum Newton
BAB V SUHU DAN KALOR
A. Termometer dan Pengukuran Suhu
B. Pemuaian Benda
C. Perpindahan Kalor
BAB VI GELOMBANG DAN OPTIKA
A. Sifat Dasar Cahaya
B. Pemantulan Cahaya
C. Pembiasan Cahaya
D. Alat-alat Optik
E. Spektrum Gelombang Elektromagnetik
BAB VII LISTRIK DINAMIS
A. Arus Listrik
B. Hukum Ohm dan Hambatan Listrik
C. Rangkaian Listrik Arus Searah
D. Pengukuran Besaran-besaran Listrik
E. Energi Listrik dan Daya Listrik
F. Tegangan AC dan DC
FISIKA SMA XI

BAB I KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR
A. Posisi, Kecepatan dan Percepatan pada Gerak dalam Bidang
B. Posisi, Kecepatan, dan Percepatan Sudut pada Gerak Melingkar
C. Gerak Parabola
BAB II HUKUM-HUKUM NEWTON TENTANG GERAK
A. Dinamika Partikel dengan Gaya Gesekan
B. Hukum Newton tentang Gravitasi
BAB III ELASTISITAS DAN GERAK HARMONIK SEDERHANA
A. Elastisitas Bahan
B. Gerak Harmonik Sederhana
BAB IV USAHA DAN ENERGI
A. Usaha Energi dan Gaya
B. Energi Potensial dan Gaya Konservatif
BAB V IMPULS DAN MOMENTUM
A. Konsep Impuls dan Momentum
B. Hukum Kekekalan Momentum
BAB VI DINAMIKA ROTASI DAN KESEIMBANGAN BENDA TEGAR
A. Dinamika Rotasi
B. Keseimbangan Benda Tegar
C. Titik Berat
BAB VII MEKANIKA FLUIDA
A. Fluida Statis
B. Tegangan Permukaan Zat Cair dan Viskositas Fluida
C. Fluida Dinamis
BAB VIII TEORI KINETIK GAS
A. Persamaan Gas Ideal
B. Tekanan dan Energi Kinetik Menurut Teori Kinetik Gas
BAB IX TERMODINAMIKA
A. Hukum Pertama Termodinamika
B. Hukum Kedua Termodinamika
FISIKA SMA XII

BAB I GEJALA GELOMBANG
A. Pemahaman tentang Gelombang
B. Gelombang Berjalan dan Gelombang Stasioner
C. Geajala-gejala Gelombang
BAB II GELOMBANG BUNYI
A. Ciri-ciri Gelombang Bunyi
B. Gejala-gejala Gelombang Bunyi
C. Gelombang Stasioner pada Alat Penghasil Bunyi
D. Taraf Intensitas dan Aplikasi Bunyi
BAB III OPTIKA FISIS
A. Ciri-ciri Gelombang Cahaya
B. Difraksi Cahaya
C. Interferensi Cahaya
BAB IV LISTRIK STATIS
A. Gaya dan Medan Listrik
B. Potensial Listrik
C. Kapasitor
BAB V MEDAN MAGNETIK
A. Medan Magnetik di Sekitar Kawat Berarus
B. Gaya Lorentz
C. Aplikasi Gaya Lorentz
BAB VI INDUKSI ELEKTROMAGNETIK
A. Konsep Induksi Elektromagnetik
B. Aplikasi Induksi Elektromagnetik
C. Rangkaian Arus Bolak-balik
BAB VII RADIASI BENDA HITAM
A. Radiasi Panas
B. Intensitas Radiasi
BAB VIII FISIKA ATOM
A. Perkembangan Teori Atom
B. Model Atom Mekanika Kuantum
BAB IX TEORI RELATIVITAS KHUSUS
A. Transformasi dan Postulat Relativitas Khusus
B. Pemekaran Waktu dan Kontraksi Panjang
C. Massa, Momemtum, dan Energi Relativitik
BAB X FISIKA INTI
A. Inti Atom dan Radioaktivitas
B. Peluruhan
C. Aplikasi Fisika Inti